Kehadiran surat kabar merupakan pengembangan suatu kegiatan yang sudah
lama berlangsung dalam dunia diplomasi dan di lingkungan dunia
usaha. Surat kabar pada masa awal ditandai oleh wujud yang tetap,
bersifat komersial (dijual secara bebas), memiliki beragam tujuan
(memberi informasi, mencatat, menyajikan adpertensi, hiburan, dan
desas-desus), bersifat umum dan terbuka.
Sejak awal perkembangannya surat kabar telah menjadi lawan yang nyata
atau musuh penguasa mapan. Secara khusus, surat kabar pun memiliki
persepsi diri demikian. Citra pers yang dominan dalam sejarah selalu
dikaitkan dengan pemberian hukuman bagi para pengusaha percetakan,
penyunting dan wartawan, perjuangan untuk memperoleh kebebasan
pemberitaan, pelbagai kegiatan surat kabar untuk memperjuangkan
kemerdekaan, demokrasi, dan hak kelas pekerja, serta peran yang
dimainkan pers bawah tanah di bawah penindasan kekuatan asing atau
pemerintahan diktator. Penguasa mapan biasanya membalas persepsi diri
surat kabar yang cenderung tidak mengenakan dan menegangkan bagi
kalangan pers.
Terlepas dari adanya kemunduran besar, sejarah juga mencatat adanya
kemajuan yang pesat dan menyeluruh dalam rangka mewujudkan kebebasan
mekanisme kerja pers. Kemajuan itu kadangkala menimbulkan sistem
pengendalian yang lebih ketat terhadap pers. Pembatasan hukum
menggantikan tindak kekerasan, termasuk penerapan beban fiskal. Dewasa
ini, institusionalisasi pers dalam sistem pasar berfungsi sebagai alat
pengendali sehingga surat kabar modern sebagai badan usaha besar
justru menjadi lebih lemah dalam menghadapi semakin banyak tekanan dan
campur tangan.
Lebih dari itu, penyampaian sebuah berita ternyata menyimpan
subjektivitas penulis. Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita
akan dinilai apa adanya. Berita akan dipandang sebagai barang suci
yang penuh dengan objektivitas. Namun, berbeda dengan kalangan
tertentu yang memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih
dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita
menyimpan ideologis/latar belakang seorang penulis. Seorang penulis
pasti akan memasukkan ide-ide mereka dalam analisis terhadap
data-data yang diperoleh di lapangan.
Misalnya, analisis tentang Ekonomi Pancasila. Ekonom yang memiliki
ideologi sosialis akan menulis dengan analisis yang dibumbui ideologi
si penulis. Demikian pula dengan penulis yang memiliki latar belakang
kapitalis. Meskipun keduanya memiliki data-data yang sama, tapi
hasil analisis keduanya pasti akan memiliki cita rasa ekonomi
sosialis dan kapitalis.